• Cerita 25 Nabi
  • Aku dan Kamu
  • You did great, Little Bro..
  • Satu Hari Di Pulau Pribadi
  • Pak Ustad & Jembatan Ajaib
  • Ketika Hati Menjadi Rapuh
  • Dua Malaikat Maut Datang Untuk Menagih Janji
  • Menapaki Jejak Sang Maut
  • Save Our Life By Save Theirs Habitat
  • Budaya Copy-Paste

Translate This Page

Budaya Copy-Paste


Fenomena copy-paste a.k.a plagiat-isme memang sudah menjamur dan mendarah daging dimasyarakat kita. Banyak dari kita sudah terbiasa dengan hobi yang satu ini. Bidang yang paling umum dan popular adalah tradisi copy-paste artikel,  entah itu untuk sekedar iseng, koleksi, sensasi, bikin skripsi, atau sekedar mencari eksistensi dari artikel milik orang yang diklaim ulang. Pelaku copy-paste pastinya punya alasan untuk mengcopy-paste karya orang lain, bisa karena suka dan ingin berbagi, cari referensi, lagi gak ada inspirasi, atau malah Cuma ingin numpang eksis dari artikel yang popular. 
      Tradisi copy-paste ini sudah sangat popular di berbagai aspek sosial, bahkan sudah masuk dalam kurikulum pendidikan, seperti kejadian pada saat Ujian Nasional kemarin yang dihiasi aksi copy-paste jawaban yang seolah-olah dibiarkan. Atau seperti dibidang entertainment, dimana banyak acara-acara dalam negeri yang mengadopsi dari luar, sampai-sampai Boy-band korea pun ikut diadpsi jadi halfBoy-band ala indonesia. Bahkan dibidang Politik, akhir-akhir ini banyak ParPol yang mengcopy-paste berkas CaLeg-nya dibeberapa daerah pemilihan.

Sekarang mari kembali ke judul diatas, pengalaman yang satu  ini saya alami sendiri...
        Saya bukan seorang penulis, saya hanya seorang pembaca yang sedikit berkeinginan untuk membaca tulisan saya sendiri. Nah, demi mewujudkan keinginan saya tersebut, dan berhubung sedang kekurangan inspirasi ditambah dengan sedikit dorongan untuk mencari eksistensi, saya pun menikmati teknik copy-paste ini.
        Jadi beberapa waktu lalu saya menulis artikel yang beberapa materi didalamnya merupakan hasil copy-paste. Masalah muncul ketika ada yang bertanya tentang keabsahan sumber yang saya gunakan. Sebagai penulis yang bertanggungjawab (ciye..ciye..). Saya pun kelabakan sampai keluar keringat dingin dan jantung berdebar (lebay) menanggapi pertanyaan tersebut. Akhirnya, berkutatlah saya untuk mencari sumber yang valid dalam rangka mempertanggungjawabkan artikel saya.
      Dilain cerita, suatu ketika ada orang yang meminta ijin untuk mengcopy-paste artikel karya original saya (ciye..ciye..lagi). Menghadapi kondisi seperti itu, disatu sisi saya merasa bangga bahwa artikel saya mendapat apresiasi yang positif. Namun disisi lain, saya pun sedikit berberat hati, walaupun gak terlalu saya permasalahkan.
      Dari pengalaman diatas saya pun memperoleh sebuah pelajaran kecil. Kebiasaan saya mengcopy-paste artikel ternyata menjadi sebuah masalah ketika kita harus mempertanggungjawabkannya. Dan ternyata saya pun turut merasakan apa yang dirasakan para penulis artikel ketika karyanya dicopy-paste orang lain.
**********

        Harus diakui jika kegiatan copy-paste tidak selalu berkonotasi negative. Karena pada dasarnya, jika mengacu pada esensinya, copy-paste itu dibutuhkan dan memang terkadang harus dilakukan namun dalam sudut pandang dan istilah yang berbeda.

Sebagai contoh, saya mengambil kasus klaim budaya Indonesia oleh Malaysia. Disatu sisi, mungkin masyarakat kita merasa gusar karna budayanya dicopy-paste bahkan di klaim milik Malaysia. Namun disisi lain, jika kita lihat secara jujur, ada baiknya pula Malaysia mengklaim budaya kita. Toh budaya itu menjadi tetap terjaga dan ada, malah mendunia walau jadi milik orang, dan itu saya rasa lebih baik daripada  tetap jadi milik kita namun diabaikan. Saya pribadi sangat membenci ulah Malaysia yang telah mengklaim budaya kita. Namun, setidaknya itu menjadi cambuk bagi kita untuk lebih menghargai budaya sendiri, sebelum diklaim oranglain.

Contoh kedua, Negara China yang katanya hobi juga copy-paste teknologi dari Negara maju, dan membuat karya sendiri dari teknologi tersebut (a.k.a BAJAKAN). Ternyata ada sisi baik dari aksi tersebut. Bayangkan kalau tidak ada barang (gadget, perabotan, dll) bajakan produksi China,  maka kita harus beli produk dari vendor terkenal yang harganya jauh lebih mahal.

Dari secuil pengalaman saya diatas, terlepas dari baik-buruknya budaya copy-paste, point yang ingin saya sampaikan disini adalah:
1. Bagaimanapun juga, karya hasil copy-paste bukanlah hal yang pantas untuk dibanggakan. Originalitas karya akan jauh lebih memuaskan bagi si pembuatnya.
2.  Copy-paste adalah hal yang lumrah dilakuan, namun harus mempertimbangkan adab yang baik. Alangkah baiknya jika kita bersikap santun dengan meminta izin sebelum mengcopy-paste, atau melampirkan sumbernya.
3. Cermatlah sebelum mengcopy-paste karya orang, bajakan yang baik adalah bajakan yang dapat dipertanggungjawabkan (hehe..). Jangan sampai kita mengcopy-paste dari hasil copy-paste. Kebangetan Brow..

Demikianlah ocehan yang GAK MUTU dari saya..


Description: Budaya Copy-Paste Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Budaya Copy-Paste

0 komentar:

NO SPAM, SPAMER'S AKAN SECARA OTOMATIS TERHAPUS DARI FORM KOMENTAR, TERIMAKASIH !