Bolehkah bermakmum pada orang yang salat sunnah?
By
Unknown
Shalat
0
komentar
Sebenarnya boleh berma’mum pada orang yang shalat sunnat. Ini
didasarkan pada riwayat Jâbir ra bahwa:
أَنَّ مُعَاذَ بْنَ
جَبَلٍ كَانَ يُصَلِّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْعِشَاءَ
الآخِرَةَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى قَوْمِهِ فَيُصَلِّى بِهِمْ تِلْكَ الصَّلاَةَ
“Sesungguhnya Mu’âdz bin Jabal shalat ‘Isyâ’ yang akhir bersama
Nabi saw, kemudian kembali ke kaumnya lalu shalat bersama mereka dengan shalat
itu juga.” (HSR. Muslim, 2/42:
1070; al-Tirmidzi, al-Nasâ’i)
Melihat redaksi di atas, tampaknya Mu’âdz kembali ke kaumnya untuk
memimpin shalat jamaah di kaumnya setelah shalat berjamaah dengan Rasulullah
saw. Itulah sebabnya hadis ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai dalil
bolehnya berma’mum pada orang yang shalat sunnat. Hadis di atas juga mengajarkan
kita supaya senantiasa mengupayakan shalat berjamaah, dan --yang penting--
upayakan tidak membangun jamaah baru, apalagi shalat sendirian, bila ada jamaah
yang sedang shalat.
Sebagian riwayat menjelaskan bahwa Nabi saw
memegang kepala Ibn ‘Abbâs, sebagiannya lagi menyebutkan memegang telinga
kanannya lalu ditarik lewat belakang pindah ke sebelah kanannya, dan ada juga
yang menyebutkan Nabi saw memegang lengan atasnya lalu memindahkan ke kanannya.
Jâbir ra menceritakan bahwa ia pernah berma’mum pada Rasulullahsaw sendirian dan berdiri di sebelah kiri beliau. Saat itu Rasulullah saw menariknya pindah ke sebelah kanan beliau. Lalu datang Jabbâr bin Shakhr berdiri di kiri beliau:
فَأَخَذَ رسولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِيَدَيْنَا جَمِيعًا فَدَفَعَنَا حَتىَّ أَقَامَنَا خَلْفَهُ :
“maka Rasulullah saw memegang tangan kami lalu mendorong kami sehingga kami berdiri di belakang beliau.” (HSR. Muslim,)
Hadis sahih gharîb riwayat
Ahmad menilai hadis ini sahih sesuai syarat al-Syaykhâni (yakni:
al-Bukhari & Muslim), meskipun tidak disepakati keduanya. Memang para periwayat
tersebut secara perseorangan digunakan oleh al-Bukhâri & Muslim, namun
tidak dengan rangkaian periwayat (sanad) tersebut.
Hâtim bin Abi Shaghîrah
--meskipun kritikus pada umumnya menilainya kuat--, namun Abu Hâtim
al-Râzi memberikan catatan tambahan bahwa hadisnya hanya shâlih/cukup
baik (peringkat ta‘dîl ke-6). Al-Hâkim,
3/615: 6279, juga meriwayatkan hadis ini tapi melalui Abi Kurayb dari Ibn
‘Abbâs, padahal ‘Amr bin Dînâr (w. 184 H) mustahil meriwayatkan dari Abu Kurâyb
yang wafat 248 H.
Ketika ‘Abdullah
bin ‘Utbah berma’mum di belakang ‘Umar bin al-Khaththâb, maka ‘Umar menariknya
ke sebelah kanannya. Tatkala Yarfâ datang, iapun mundur lalu berbaris di
belakangnya (فَصَفَفْنَا وَرَاءَهُ. HR. Malik, 1/154: 360).
sumber : http://tablighpp.blogspot.com/
0 komentar:
NO SPAM, SPAMER'S AKAN SECARA OTOMATIS TERHAPUS DARI FORM KOMENTAR, TERIMAKASIH !