Kisah Nabi Adam a.s
By
Unknown
Kisah Para Nabi
0
komentar
Allah SWT berkehendak untuk
menciptakan Nabi Adam. Allah SWT berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat
perbedaan pendapat berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi khalifah)
Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok manusia
yang pertama-tama datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan dan
menumpahkan darah di dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah
khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan
Allah yang pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar
bertanya kepada Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi
yang diutus?" Beliau menjawab: "Benar." Beliau ditanya: "Ia
menjadi rasul bagi siapa? Sementara di bumi tidak ada seorang pun?" Beliau
menjawab: "Ia menjadi rasul bagi anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah
para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau ?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut,
para mufasir memberikan komentar yang beragam. Dalam tafsir al-Manar
disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat
yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan dialog
(at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu
mustahil bagi-Nya. Di samping itu, ia juga mengandung pemberitahuan dari-Nya
kepada para malaikat yang kemudian diikuti dengan penentangan dan perdebatan
dari mereka. Hal seperti ini tidak layak bagi Allah SWT dan bagi para
malaikat-Nya. Saya lebih setuju untuk mengalihkan makna cerita tersebut pada
sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam
tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah telah
memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di
muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah."
Ketika Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini
adalah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami bahwa mereka akan membuat
kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah khalifah selainnya?"
Dalam tafsir Fi
Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para malaikat melalui fitrah
mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan dan kesucian, mereka
mengira bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah puncak dari segala wujud.
Puncak ini terwujud dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka hanya
menggambarkan keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun
juga."
Kita melihat
bagaimana para mufasir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah SWT
menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka.
Kedalaman Al-Qur'an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya
dialogis, suatu gaya yang memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat
bahwa Allah SWT berfirman:
"Kemudian Dia menuju
langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan
kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS. Fushshilat: 11)
Apakah seseorang
membayangkan bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi, dan bumi dan
langit pun menjawabnya sehingga terjadi dialog ini di antara mereka?
Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat.
Allah SWT menggambarkan apa yang terjadi dengan gaya dialogis hanya untuk
meneguhkan dalam pikiran dan menegaskan maknanya serta penjelasannya. Penggunaan
gaya dramatis dalam kisah Nabi Adam mengisyaratkan makna yang dalam.
Penciptaan
Adam
Kita
membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia
memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud
kepadanya, bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah
dengan mereka. Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT
memberitahukan mereka bahwa Dia akan menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan
bahwa khalifah ini akan mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan
membuat kerusakkan di muka bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para
malaikat yang suci mengalami kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih
kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan
termasuk dari mereka? Apa rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah
ini? Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan
sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam
dengannya, dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri
mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka,
dan membawa mereka menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan
ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para malaikat, yang karenanya mereka dapat
berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak Allah. Kita tidak membayangkan
terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat sebagai bentuk pengultusan
terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya. Dan kita meyakini
bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan dengan keinginan
mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT memberitahu
mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya
tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat mulia di alam
wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal itu. Ia
membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan
lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi
dalam jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua
ini layak bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun.
Sebab, meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka
terhadap-Nya serta penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak
menghilangkan kedudukan mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak
mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya
yang samar. Mereka tidak mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab
perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa
saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan baru, di mana
dia berbeda dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah, dan dia
pun berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya
yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya Nabi Adam
akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang tinggi
yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan
Aku tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku." (QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut:
"Liya'rifuun" (agar mereka mengenal Aku). Pengetahuan merupakan
tujuan dari penciptaan manusia. Dan barangkali pendekatan yang terbaik
berkenaan dengan tafsir ayat tersebut adalah apa yang disampaikan oleh Syekh
Muhammad Abduh: "Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut adalah urusan
Allah SWT dengan para malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam
kisah ini dengan ucapan, pertanyaan, dan jawaban. Kita tidak mengetahui hakikat
hal tersebut. Tetapi kita mengetahui bahwa dialog tersebut tidak terjadi
sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh sesama kita, manusia."
Para malaikat
mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT
menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia memberitahukan
bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan,
bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah.' Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan
kepadanya roh (ciptaan)Ku; hendaklah kamu bersyukur dengan bersujud kepadanya.
' Lalu seluruh malikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis. Dia menyombongkan
diri dan dia termasuk orang-orang yang kafir. " (QS. Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan segenggam
tanah dari bumi; di dalamnya terdapat yang berwarna putih, hitam, kuning,
coklat dan merah. Oleh karena itu, manusia memiliki beragam warna kulit. Allah
SWT mencampur tanah dengan air sehingga menjadi tanah liat kering yang berasal
dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dari tanah inilah Allah menciptakan Nabi
Adam. Allah SWT menyempurnakannya dengan kekuasaan-Nya lalu meniupkan roh-Nya
di dalamnya, kemudian bergeraklah tubuh Nabi Adam dan tanda kehidupan mulai ada
di dalamnya.
Penolakan
Iblis
Selanjutnya,
Nabi Adam membuka kedua matanya dan ia melihat para malaikat semuanya bersujud
kepadanya, kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam tidak tahu
siapakah makhluk yang tidak mau bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya. Iblis
berdiri bersama para malaikat tetapi ia bukan berasal dari golongan mereka.
Iblis berasal dari kelompok jin. Allah SWT menceritakan kisah penolakan Iblis
untuk sujud kepada Nabi Adam pada beberapa surah. Allah SWT berfirman:
"Allah berfirman: 'Hai
Iblis, apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan
kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu merasa termasuk
orang-orang yang lebih tinggi? 'Iblis berkata: 'Aku lebih baik daripadanya,
karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'
Allah berfirman: 'Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah
orang yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari
pembalasan.' Iblis berkata: 'Ya Tuhanku, beri penangguhanlah aku sampai hari
mereka dibangkitkan.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang
yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari
kiamat).' Iblis menjawab: 'Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka
semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shad: 75-83)
Nabi Adam
mengikuti peristiwa yang terjadi di depannya. Ia merasakan suasana cinta, rasa
takut, dan kebingungan. Nabi Adam sangat cinta kepada Allah SWT yang telah
menciptakannya dan memuliakannya dengan memerintahkan para malaikat-Nya untuk
sujud kepadanya. Adam juga merasa takut saat melihat Allah SWT marah terhadap
iblis dan mengusirnya dari pintu rahmat-Nya. Ia merasakan kebingungan ketika
melihat makhluk ini yang membencinya, padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu
membayangkan bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa salah satu dari mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Kemudian
alangkah anehnya alasan iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih baik dari tanah.
Dari mana ia mendapatkan ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT
karena Dialah yang menciptakan api dan tanah dan mengetahui mana di antara
keduanya yang paling utama.
Dari dialog
tersebut, Nabi Adam mengetahui bahwa iblis adalah makhluk yang memakai atribut
keburukan dan sifat yang tercela. Ia meminta kepada Allah SWT agar mengekalkannya
sampai hari kebangkitan. Iblis tidak ingin mad. Namun Allah SWT mengetahui
bahwa ia akan tetap hidup sampai hari yang ditentukan. Ia akan hidup sampai
menjemput ajalnya dan kemudian mati. Nabi Adam mengetahui bahwa Allah SWT telah
melaknat iblis dan telah mengusirnya dari rahmat-Nya. Akhirnya, Nabi Adam
mengetahui musuh abadinya. Nabi Adam bingung dengan kenekatan musuhnya dan
kasih sayang Allah SWT.
Barangkali ada
seseorang yang bertanya kepada saya: "Mengapa Anda tidak meyakini terjadi
dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya dan Anda cenderung menakwilkan
ayat-ayat tersebut, sedangkan Anda menerima adanya dialog antara Allah dan
iblis." Saya jawab: "Sesungguhnya akal menunjukkan kita kepada
kesimpulan tersebut. Terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya
adalah hal yang mustahil karena para malaikat suci dari kesalahan dan dosa dan
keinginan-keinginan manusiawi yang selalu mencari ilmu. Sesuai dengan karakter
penciptaan mereka, mereka adalah pasukan yang setia dan mulia. Adapun iblis ia
terikat dan tunduk terhadap ketentuan agama, dan karakternya sebagai jin
mendekati karakter jenis ciptaan Nabi Adam. Dengan kata lain, bahwa jin dapat
beriman dan dapat juga menjadi kafir. Sesungguhnya kecenderungan agama mereka
dapat saja tidak berfungsi ketika mereka tertipu oleh kesombongan yang palsu
sehingga mereka mempunyai gambaran yang salah. Maka dari sisi inilah terjadi
dialog. Dialog di sini berarti kebebasan. Tabiat manusia dan jin cenderung
untuk menggunakan kebebasannya, sedangkan tabiat para malaikat tidak dapat
menggunakan kebebasan. Nabi Adam menyaksikan secara langsung—setelah
penciptaannya— kadar kebebasan yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya yang
terkena tanggung jawab. Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung
maksud yang dalam.
Allah SWT tidak
pernah mencabut kebebasan yang diberikan-Nya kepada iblis. Namun pada akhirnya,
iblis tetap sebagai hamba yang kafir. Iblis benar-benar menolak untuk sujud
kepada Nabi Adam. Allah SWT mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud kepada
Nabi Adam dan akan menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya atau
mengubahnya menjadi tanah namun Allah memberikan kebebasan kepada
makhluk-makhluk-Nya yang dibebani tanggung jawab. Dia memberikan kepada mereka
kebebasan mutlak sehingga mereka bisa saja menolak perintah-Nya. Tetapi yang
perlu diperhatikan bahwa keingkaran orang-orang kafir dan orang-orang yang
bermaksiat kepada-Nya tidak berarti meng-urangi kebesaran kerajaan-Nya dan
sebaliknya, keimanan orang-orang mukmin dan kepatuhan orang-orang yang taat
tidak berarti menambah kebesaran kekuasaan-Nya. Semua itu kembali kepada
mereka.
Adam menyadari
bahwa kebebasan di alam wujud adalah merupakan karunia yang Allah SWT berikan
kepada makhluk-Nya. Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas penggunaan
kebebasan itu. Setelah mempelajari pelajaran kebebasan, Nabi Adam mempelajari
pelajaran kedua dari Allah SWT, yaitu ilmu. Nabi Adam mengetahui bahwa iblis
adalah simbol kejahatan di alam wujud. Sebagaimana ia mengetahui bahwa para
malaikat adalah simbol kebaikan, sementara ia belum mengenal dirinya saat itu.
Kemudian Allah SWT memberitahukan kepadanya tentang hakikatnya, hikrnah
penciptaannya, dan rahasia penghormatannya. Allah SWT berfirman:
"Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-Baqarah: 31)
Allah SWT
memberinya rahasia kemampuan untuk meringkas sesuatu dalam simbol-simbol dan
nama-nama. Allah SWT mengajarinya untuk menamakan benda-benda: ini burung, ini
bintang, ini pohon, ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua
nama-nama tersebut. Yang dimaksud dengan nama-nama di sini adalah ilmu dan
pengetahuan. Allah SWT menanamkan pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam
dan keinginan yang terus mendorongnya untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk
menggali ilmu dan belajar juga diwariskan kepada anak-anaknya Nabi Adam. Inilah
tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah rahasia di balik penghormatan para
malaikat kepadanya. Setelah Nabi Adam mempelajari nama benda-benda; kekhususannya
dan kemanfaatannya, Allah SWT menunjukkan benda-benda tersebut atas para
malaikat-Nya dan berkata:
"Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itujika kamu memang orang-orangyang benar. "
(QS. al-Baqarah: 31)
Yang dimaksud
adalah kebenaran mereka untuk menginginkan khilafah. Para malaikat
memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka, namun
mereka tidak mengenali nama-namanya. Mereka mengakui di hadapan Allah SWT
tentang kelemahan mereka untuk menamai benda-benda tersebut atau memakai simbol-simbol
untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata sebagai bentuk pengakuan terhadap
ketidakmampuan mereka:
"Maha
Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan
mengagungkan-Mu.
"Tidak
ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan semua
ilmu kepada Allah SWT. Allah SWT berkata kepada Adam:
"Hai
Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memberitahu
mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan kepada mereka dan mereka tidak
mengenali nama-namanya:
"Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya
kepada para malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawab:
'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka
nama-nama benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama
benda-benda itu, Allah berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang
kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?' (QS.
al-Baqarah: 31-33)
Allah SWT ingin berkata kepada
para malaikat, bahwa Dia mengetahui keheranan yang mereka tunjukkan, ketika Dia
memberitahu mereka tentang penciptaan Nabi Adam sebagaimana Dia mengetahui
kebingungan yang mereka sembunyikan dan sebagaimana juga Dia mengetahui
kemaksiatan dan pengingkaran yang disembunyikan oleh iblis.
Para malaikat
menyadari bahwa Nabi Adam adalah makhluk yang mengetahui sesuatu yang tidak
mereka ketahui. Ini adalah hal yang sangat mulia. Dan para malaikat mengetahui,
mengapa Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya sebagaimana mereka
memahami rahasia penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi, di mana ia akan
menguasainya dan memimpin di dalamnya dengan ilmu dan pengetahuan. Yaitu,
pengetahuan terhadap Sang Pencipta yang kemudian dinamakan dengan Islam atau
iman. Para malaikat pun mengetahui sebab-sebab kemakmuran bumi dan
pengubahannya dan penguasaanya, serta semua hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu
mated di muka bumi.
Adalah hal yang
maklum bahwa kesempurnaan manusia tidak akan terwujud kecuali dengan pencapaian
ilmu yang dengannya manusia dapat mengenal Sang Pencipta, dan ilmu-ilmu yang
berkenaan dengan alam. Jika manusia berhasil di satu sisi, namun gagal di sisi
yang lain maka ia laksana burung yang terbang dengan sayap satu di mana setiap
kali ia terbang sayap yang lain mencegahnya.
Nabi Adam mengetahui semua
nama-nama dan terkadang ia berbicara bersama para malaikat, namun para malaikat
disibukkan dengan ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, Adam merasa
kesepian. Kemudian Adam tidur dan tatkala ia bangun ia mendapati seorang
perempuan yang memiliki mata yang indah, dan tampak penuh dengan kasih sayang.
Kemudian terjadilah dialog di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa kamu
berada di sini sebelum saya tidur."
Perempuan itu menjawab:
"Ya."
Adam berkata: "Kalau begitu,
kamu datang di tengah-tengah tidurku?"
Ia menjawab: 'Ya."
Adam bertanya: "Dari mana
kamu datang?"
Ia menjawab: "Aku datang
dari dirimu. Allah SWT menciptakan aku darimu saat kamu tidur."
Adam bertanya: "Mengapa
Allah menciptakan kamu?"
Ia menjawab: "Agar engkau
merasa tenteram denganku."
Adam berkata: "Segala puji
bagi Allah. Aku memang merasakan kesepian."
Para malaikat bertanya kepada
Adam tentang namanya. Nabi Adam menjawab: "Namanya Hawa." Mereka
bertanya: "Mengapa engkau menamakannya Hawa, wahai Adam?" Adam
berkata: "Karena ia diciptakan dariku saat aku dalam keadaan hidup."
Nabi Adam adalah
makhluk yang suka kepada pengetahuan. Ia membagi pengetahuannya kepada Hawa, di
mana ia menceritakan apa yang diketahuinya kepada pasangannya itu, sehingga
Hawa mencintainya. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami berfirman:
'Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui tempat
surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan tempatnya, dan para mufasir berbeda
pendapat tentang hal itu. Sebagian mereka berkata: "Itu adalah surga yang
bakal dihuni oleh manusia (jannah al-Ma'wa) dan tempatnya di langit."
Namun sebagian lagi menolak pendapat tersebut. Sebab jika ia adalah jannah
al-Ma'wa maka iblis tidak dapat memasukinya dan tidak akan terjadi kemaksiatan
di dalamnya. Sebagian lagi mengatakan: "Ia adalah surga yang lain, yang
Allah ciptakan untuk Nabi Adam dan Hawa." Bahkan ada juga yang berpendapat
bahwa ia adalah surga (taman) dari taman-taman bumi yang terletak di tempat
yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang lain menganjurkan agar kita menerima
ayat tersebut apa adanya dan menghentikan usaha untuk mencari hakikatnya. Kami
sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya pelajaran yang dapat kita ambil
berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun menyamai pelajaran yang
dapat kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam
Hawa memasuki surga dan di sana mereka berdua merasakan kenikmatan manusiawi
semuanya. Di sana mereka juga mengalami pengalaman-pengalaman yang berharga.
Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di surga dipenuhi dengan kebebasan yang tak
terbatas. Dan Nabi Adam mengetahui makna kebahagiaan yang ia rasakan pada saat
ia berada di surga bersama Hawa. Ia tidak lagi mengalami kesepian. Ia banyak
menjalin komunikasi dengan Hawa. Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih
sungai-sungai, dan musik alam sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai
dengan penderitaan dan kesedihan. Allah SWT telah mengizinkan bagi mereka untuk
mendekati segala sesuatu dan menikmati segala sesuatu selain satu pohon, yang
barangkali ia adalah pohon penderitaan atau pohon pengetahuan. Allah SWT berkata
kepada mereka sebelum memasuki surga:
"Dan janganlah kamu
dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim.'"
(QS. al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa
mereka dilarang untuk memakan sesuatu dari pohon ini, namun Nabi Adam adalah
manusia biasa, dan sebagai manusia ia lupa dan hatinya berbolak-balik serta
tekadnya melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan Nabi Adam dan
mengumpulkan segala kedengkiannya yang disembunyikan dalam dadanya. Iblis terus
berusaha membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah aku akan menunjukkan
kepadamu pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan sirna? Nabi Adam
bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia memakan buah
tersebut, barangkali itu benar-benar pohon keabadian. Nabi Adam memang
memimpikan untuk kekal dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya dalam
surga.
Berlalulah waktu
di mana Nabi Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian pada suatu hari
mereka menetapkan untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa Alllah SWT telah
mengingatkan mereka agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa iblis adalah musuh
mereka sejak dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon itu dan memetik
salah satu buahnya dan kemudian memberikannya kepada Hawa. Akhirnya mereka
berdua memakan buah terlarang itu.
Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam
kepada Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha:
121)
Tidak benar apa yang disebutkan
oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa Hawa menggoda Nabi Adam yang karenanya ia
bertanggung jawab terhadap pemakanan buah itu. Nas Al-Qur'an tidak menyebut
Hawa, namun ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang bertanggung jawab atas apa
yang terjadi. Demikianlah setan disalahkan dan Nabi Adam juga disalahkan karena
kesombongan. Salah seorang dari mereka menghina manusia, dan yang lain ingin
menjadi tandingan bagi Allah SWT dalam hal kekekalan.
Belum selesai
Nabi Adam memakan buah tersebut sehingga ia merasakan penderitaan, kesedihan,
dan rasa malu. Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah yang
memancar dari dalam dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian
juga istrinya. Akhirnya, ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa
istrinya seorang wanita. Ia dan istrinya mulai memetik daun-daun pohon untuk
menutup tubuh mereka yang terbuka. Kemudian Allah SWT mengeluarkan perintah
agar mereka turun dari surga.
Nabi Adam
Keluar Dari Surga
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi.
Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam keadaan sedih sementara Hawa tidak
henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat mereka, akhirnya Allah SWT
menerima taubat mereka dan Allah SWT memberitahukan kepada mereka bahwa bumi
adalah tempat mereka yang asli, di mana mereka akan hidup di dalamnya, mati di
atasnya, dan akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan. Allah SWT
berfirman:
"Di bumi itu kamu
hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan
dibangkitkan. " (QS. al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan
kisah tentang pelajaran ketiga yang diperoleh Nabi Adam selama keberadaannya di
surga dan setelah keluarnya ia darinya dan turunnya ia ke bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan
Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan
perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah)
ketika Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka mereka
sujud kecuali Iblis. la membangkang. Maka Kami berkata: "Hai Adam,
sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali
janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu
menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula
akan ditimpa panas matahari di dalamnya.' Kemudian setan membisikkan pikiran
jahat kepadanya, dengan berkata: 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu
pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa ?' Maka keduanya memakan dari
buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam
dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan
memberinya petunjuk. Allah berfirman: 'Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa
Nabi Adam keluar dari surga karena kesalahannya dan kemaksiatannya. Ini adalah
anggapan yang tidak benar karena Allah SWT berkehendak menciptakan Nabi Adam di
mana Dia berkata kepada malaikat: "Sesungguhnya aku akan menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak mengatakan kepada mereka:
"Sesungguhnya aku akan menjadikan khalifah di surga."
Tidaklah
turunnya Nabi Adam ke bumi sebagai penurunan penghinaan tetapi ia merupakan
penurunan kemuliaan sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT mengetahui
bahwa Nabi Adam dan Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya mereka akan
turun ke bumi. Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas kebebasan
mereka. Pengalaman merupakan dasar penting dari proses menjadi khalifah di muka
bumi agar Nabi Adam dan Hawa mengetahui—begitu juga keturunan mereka— bahwa
setan telah mengusir kedua orang tua mereka dari surga, dan bahwa jalan menuju
surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan pada
setan.
Apakah dikatakan
kepada kita bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa Nabi Adam
terpaksa atau dipaksa untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari surga dan
kemudian turun ke bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari
anggapan pertama. Sebab, Nabi Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang
karenanya ia mengemban tanggung jawab dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan
buah tersebut sehingga Allah SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang
dilakukannya tidak berlawanan dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang
asli bersandar kepada kebebasannya. Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang
bakal terjadi. Dia mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu.
Pengetahuan-Nya itu berarti cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang
memaksa. Dengan kata lain, Allah SWT mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi
Dia tidak men-cegahnya atau mendorongnya agar terjadi. Allah SWT memberikan
kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan semua makhluk-Nya. Yang demikian itu
berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam memakmurkan bumi dan mengangkat
khalifah di dalamnya.
Nabi Adam
memahami pelajaran ketiga. Ia memahami bahwa iblis adalah musuhnya. Secara
pasti ia mengerti bahwa iblis adalah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab
kehancurannya. Ia mengerti bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia
berbuat maksiat, dan bahwa jalan menuju ke surga dapat dilewati dengan ketaatan
kepada Allah SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT menerima taubat, memaafkan,
menyayangi, dan memilih. Allah SWT mengajari mereka agar beristigfar dan
mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami
telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi." (QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan
memaafkannya serta mengirimnya ke bumi. Nabi Adam adalah Rasul pertama bagi
manusia. Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia keluar dari surga dan
berhijrah ke bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut (hijrah) kepada
anak-anaknya dan cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi memulai
dakwahnya dan menyuruh kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau
berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan
di sini (di bumi) para nabi biasanya keluar (hijrah) setelah pengangkatan
kenabian mereka.
Nabi Adam
mengetahui bahwa ia meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di bumi ia
harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung
kesulitan agar dapat makan, dan ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan
senjata, serta melindungi istrinya dan anak-anaknya dari serangan binatang buas
yang hidup di bumi. Sebelum semua itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan
pertempurannya dengan pangkal kejahatan yang menyebabkannya keluar dari surga,
yaitu setan. Di bumi, setan membuat waswas kepadanya dan kepada anak-anaknya
sehingga mereka masuk dalam neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan
dan pasukan kejahatan di bumi tidak akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang
mengikuti petunjuk Allah SWT, ia tidak akan merasakan ketakutan dan kesedihan,
dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah SWT dan mengikuti makhluk api,
iblis, maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam
mengerti semua ini. Ia menyadari bahwa penderitaan akan menyertai kehidupannya
di atas bumi. Satu-satunya yang dapat meringankan kesedihannya adalah, bahwa ia
menjadi penguasa di bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya,
memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan yang baik di
dalamnya, sehingga mereka dapat mengubah kehidupan dan membuatnya lebih baik.
Hawa melahirkan dalam satu perut seorang lelaki dan seorang perempuan, dan pada
perut berikutnya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka dihalalkan
perkawinan antara anak lelaki dari perut pertama dengan anak perempuan dari
perut kedua. Akhirnya, anak-anak Nabi Adam menjadi besar dan menikah serta
memenuhi bumi dengan keturunannya.
Habil
& Qabil
Nabi Adam
mengajak anak keturunannya untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan
kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis
sehingga terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah
seorang anak Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu
membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada
mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).” (QS. al-Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin
merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya sendiri. Nabi Adam
memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan kurban lalu setiap dari mereka
menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT menerima kurban dari salah satu
dari mereka dan menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata:
'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima
(kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan
tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan
tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan sekalian
alam”. (QS. al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT
menyampaikan kepada kita kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anak Nabi Adam
yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya sambil mengancam,
namun calon korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
“Sesungguhnya aku ingin
agar kamu kembali dengan membawa dosa membunuhku dan dosamu sendiri, maka kamu
akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi
orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah:
29)
Selesailah percakapan antara
mereka berdua dan anak yang jahat itu membiarkan anak yang baik beberapa saat.
Setelah beberapa hari, saudara yang baik itu tidur di tengah-tengah hutan yang
penuh dengan pohon. Di hutan itu, keledai tua mati dan dagingnya dimakan oleh
burung Nasar dan darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa hanya tulang belulang
berserakan di tanah. Kemudian saudaranya yang jahat membawanya menuju saudara
kandungnya yang sedang tidur, lalu ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan
dengan keras dan cepat. Anak laki-laki baik itu tampak pucat wajahnya ketika
melihat darah mengucur darinya, lalu ia bangun. Ia bermimpi saat tidur. Lalu si
pembunuh menghantam saudaranya sehingga tidak tampak lagi gerakan dari
tubuhnya. Si pembunuh puas bahwa saudara kandungnya benar-benar mati. Pembunuh
itu berdiri di depan korban dengan tenang dan tampak pucat wajahnya.
Rasulullah saw
bersabda: "Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka anak Adam
yang pertama akan juga menanggung dosanya karena ia yang pertama kali
mengajarkan pembunuhan." Si pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam
keadaan berlumuran darah. Apa yang akan dikatakannya terhadap Nabi Adam,
ayahnya, jika ia bertanya kepadanya tentang hal itu. Nabi Adam mengetahui bahwa
mereka berdua keluar bersama-sama lalu mengapa ia kembali sendinan. Seandainya
ia mengingkari pembunuhan terhadap saudaranya itu di depan ayahnya, maka di
manakah ia dapat menyembunyikan jasadnya, dan di mana ia dapat membuangnya?
Saudaranya yang terbunuh itu merupakan manusia yang pertama kali mad di muka
bumi sehingga tidak diketahui bagaimana cara menguburkan orang yang mati.
Pembunuh itu membawa jasad saudara kandungnya dan memikulnya.
Tiba-tiba
keheningan itu dipecah dengan suara burung yang berteriak sehingga ia merasa
ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan menemukan seekor burung gagak yang
berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati. Burung gagak yang hidup
meletakkan bangkai burung gagak yang mad di atas tanah lalu ia mulai menggali
tanah dengan paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia mengangkatnya dengan
paruhnya dan meletakkannya dengan lembut dalam kuburan. Lalu ia menimbunkannya
di atas tanah. Setelah itu, ia terbang di udara dan kembali berteriak. Si
pembunuh berdiri dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya dan
kemudian berteriak:
"Berkata Qabil:
'Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini,
lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS.
al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang
sangat dalam atas apa yang telah dilakukannya terhadap saudaranya. Ia segera
menyadari bahwa ia adalah orang yang paling buruk dan paling lemah. Ia telah
membunuh orang yang paling utama dan paling kuat. Anak Nabi Adam berkurang satu
dan iblis berhasil "mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah tubuh
si pembunuh dan ia mulai menangis dengan keras, lalu ia menggali kuburan
saudara kandungnya. Ketika mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini adalah perbuatan
setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi Adam merasakan kesedihan
mendalam atas hilangnya salah satu anaknya. Salah seorang dari mereka mad dan
yang lain dikuasai oleh setan. Nabi Adam salat untuk anaknya yang mati, dan
kemudian ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi. Beliau adalah manusia
yang bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi yang menasihati
anak-anaknya dan cucu-cucunya, serta mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT.
Beliau menceritakan kejahatan iblis kepada mereka, dan meminta kepada mereka
agar berhati-hati darinya. Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama
iblis kepada mereka, dan menceritakan kehidupannya bersama anaknya yang tega
membunuh saudara kandungnya sendiri.
Wafatnya
Nabi Adam
Nabi Adam telah
menjadi dewasa, lalu tahun demi tahun datang silih berganti sehingga anak-anaknya
tersebar di bumi, lalu datanglah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup sangat
kencang. Dan bergoncanglah daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam, di
mana dahan-dahannya mendekati danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan
ketika pohon itu menjadi tegak setelah berlalunya angin, air mulai berjatuhan
di antara cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon itu sedang menarik
dirinya (memisahkan diri) dari air dan menangis. Pohon itu sedih dan
dahan-dahannya berguncang. Sementara itu, di langit tampak bahwa
bintang-bintang juga berguncang. Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam
sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi Adam. Wajah Nabi Adam tampak lebih pucat
dan lebih muram dari wajah bulan. Bulan mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang
sederhana, kamarnya Nabi Adam. Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya yang putih
dan wajahnya yang bersinar di atas tempat ddur dari dahan-dahan pohon dan
bunga-bunga. Anak-anaknya semua berdiri di sekelilingnya dan menunggu
wasiatnya. Nabi Adam berbicara dan memahamkan anak-anaknya bahwa hanya ada satu
perahu keselamatan bagi manusia, dan hanya ada satu senjata baginya yang dapat
menenangkannya. Perahu itu adalah petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah
kalimat-kalimat Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan
anak-anaknya, bahwa Allah SWT tidak akan membiarkan manusia sendirian di muka
bumi. Sesungguhnya Dia akan mengutus para nabi untuk membimbing mereka dan
menyelamatkan mereka. Para nabi itu memiliki nama-nama, sifat-sifat, dan
mukjizat-mukjizat yang berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan dengan satu
hal, yaitu mengajak untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah
wasiat Nabi Adam kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup kedua
matanya, dan para malaikat memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Had Nabi Adam
tersenyum ketika mendapatkan kata salam yang dalam, dan rohnya mencium bau
bunga surga.
0 komentar:
NO SPAM, SPAMER'S AKAN SECARA OTOMATIS TERHAPUS DARI FORM KOMENTAR, TERIMAKASIH !